Jumat, 28 Desember 2012

WANITA: DILEMA ANTARA KARIER DAN JODOH

Melihat dari kondisi teman-teman yang belum kunjung mendapatkan jodoh, saya jadi punya persepsi tersendiri. Karena sebagian besar teman yang belum mendapatkan pasangan di usia matang justru adalah wanita-wanita yang sukses dalam kariernya dan cenderung independen. Kalau dilihat-lihat, tak ada yang salah dengan mereka. Wajah manis, perilaku ramah, karier bagus, bahkan berjiwa sosial tinggi. Jika saya terlahir sebagai seorang pria, mungkin saya sudah langsung melakukan pendekatan, karena menurut saya mereka adalah calon ibu yang baik bagi anak-anak saya kelak. Tetapi saya adalah wanita, yang juga terjerumus dalam fenomena jomblo.

Dari hasil obrolan dengan beberapa teman pria, saya menarik kesimpulan ada dua macam karakter pria. Karakter pertama adalah pria yang cenderung tak berani mendekati seorang wanita yang kesuksesannya melampaui pasangannya, karena mereka merasa malu, dan memilih untuk mencari wanita lain yang masih di bawahnya. Karakter kedua adalah pria yang akan berjuang menjadi sukses dahulu, baru mendekati wanita tersebut. Jenis pria ini menganggap wanita yang ia cintai sebagai pemantik semangat untuk bekerja keras. Sayangnya, dari 5 teman pria, hanya satu orang yang masuk ke dalam kategori dua, selebihnya adalah penganut pria dengan karakter satu.

Padahal, wanita jaman sekarang sebenarnya berpikiran maju ke depan. Mereka tidak ingin menyusahkan suaminya kelak dan ingin membahagiakan anak-anaknya nanti, maka mereka bekerja keras dan merintis karier demi masa depan yang cerah. Beberapa wanita mungkin merasa ada kekahawatiran dengan pernikahan yang tidak langgeng, oleh sebab itu mereka mempertahankan karier, agar kalau ada sesuatu yang tidak diharapkan terjadi di pernikahan mereka, masih ada harapan untuk membesarkan anak-anak yang terlanjur dilahirkan.

Tapi kalau boleh berpendapat ya, wanita sebenarnya tidak terlalu memikirkan harus mendapatkan pasangan yang kesuksesannya harus di atasnya. Mereka mau-mau saja kok menjalin hubungan percintaan dengan lelaki yang tingkat kariernya di bawah mereka. Seorang Manajer marketing wanita jika sudah jatuh cinta dengan stafnya bisa saja terjalin hubungan. Untuk urusan satu ini saya setuju jika wanita disebut lebih menggunakan perasaan ketimbang logikanya. So, bagi kalian para pria jangan takut untuk mendekati wanita-wanita perkasa itu. Karena justru mereka adalah wanita yang bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi keluarga kecil kalian. Mereka tidak akan merengek-rengek dan bermanja-manja jika memang bukan waktunya, dan mereka tidak akan menyusahkan jika kalian sedang sibuk, karena mereka terbiasa mandiri.

Kamis, 20 Desember 2012

History Trip: Terowongan Lampegan, Gunung Padang, Curug Cikondang Cianjur

Pada 25 November lalu, saya bersama komunitas Dolan (Doyan Jalan) berangkat ke Cianjur untuk mengeksplor Terowongan Lampegan, Situs Megalithikum Gunung Padang, dan Curug Cikondang. Jujur saja, saya paling ngebet ikutan trip yang berhubungan dengan budaya dan edukasi. Jadi tak pikir panjang saya langsung saja bilang ke penanggungjawab dari Dolan, namanya Arman, bahwa saya fix ikut. Tapi berhubung dompet belum mendukung, saya minta waktu untuk membayar biaya trip setelah gajian. Hahaha.....
Pada harinya, saya berangkat bersama seorang teman yang berasal dari Bogor, yaitu Rahma. Karena meeting point yang disampaikan adalah pukul 06.00 WIB, maka Rahma memutuskan untuk menginap di gubuk saya pada malam hari sebelum keberangkatan. Esoknya, setelah berkumpul di halte UKI sebagai meeting point, kami pun berangkat bersama-sama naik elf. Sekitar 15 orang cukup memenuhi tempat duduk yang tersedia di dalam elf.
Suasana di dalam elf. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Panitianya Ari (kiri) dan Arman (kanan) kecapean nih. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)

Sekitar hampir tiga jam perjalanan, akhirnya saya dan rombongan sampai di obyek pertama, yaitu Terowongan Lampegan. Nama Lampegan sendiri berasal dari bahasa Belanda. Dahulu kala, setiap kali ada kereta yang akan masuk ke dalam terowongan ini, kondektur selalu meneriakkan "Steek lampen aan!" yang berarti "Nyalakan lampu!" dan di telinga oragn Sunda terdengar seperti 'lampegan'. Terowongan yang dibangun tahun 1879 hingga 1882 ini masuk dalam kawasan Cagar Budaya yang menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan karena nilai sejarahnya. Terowongan sepanjang 686 meter ini adalah salah satu terowongan jalan kereta api tertua yang pernah dibangun pemerintah Hindia Belanda di Indonesia, yaitu SS (Staats Spoorwegen). Tetapi karena kejadian longsor di 2001, stasiun ini kini panjangnya menjadi 415 meter. Pada jaman dahulu, trayek kereta api yang sebelumnya berangkat dari stasiun Ciroyom (Bandung) dan Lampegan (Cianjur), sekarang hanya dimulai dari stasiun Padalarang (Bandung Barat) sampai stasiun Cikidang (Cianjur). Perubahan trayek ini terjadi setelah peristiwa tanah longsor di dua belas titik jalur Argo Peuyeum yang menyinggahi stasiun kecil, termasuk Lampegan. Kondisi terowongan ini sendiri bangunannya masih seperti saat kembali dibangun dan sudah direnovasi pada 2009 tetapi memang belum dioperasikan. Sampai di terowongan, perut saya terasa lapar sekali. Maka dari itu, saya dan beberapa teman memutuskan untuk makan dahulu. Sedangkan teman-teman yang lain langsung menyusuri terowongan.
Rombongan yang kelaparan makan duluan. Ki-ka: Iqy, Imad, Wiwie, saya, Choky, Baih, dan Nana. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)

Perut kenyang, saya pun siap memasuki terowongan. Saat itu saya bersama dengan Rahma, Nana, dan Wiwie. Tapi berhubung Wiwie dan Ratna lumayan lama berfoto-foto, dan waktu untuk main-main di terowongan ini hanya sebentar, saya dan Rahma memutuskan untuk masuk duluan. Di mulut terowongan, saya masih santai berjalan, karena masih mendapatkan sinar matahari. Tetapi semakin jauh melangkah, terowongan semakin gelap hingga saya tak bisa melihat apa-apa. Yah....bisa dibilang jalan udah nggak pakai mata, tapi pake feeling aja dan sambil kaki meraba-raba tumpukan batu agar tidak tersandung.
Gelap abis ya? ~.~ (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Tak lama, akhirnya saya dan Rahma melihat ada cahaya, dan ternyata kami sudah sampai di ujung terowongan. Di sana kami bertemu dengan teman-teman rombongan Dolan yang sudah duluan sampai. Tak perlu basa-basi, kami pun langsung saja nimbrung ke rombongan yang sedang berfoto bersama. Haha....nggak tau malu ya. Bodo amat deh :)))
Rombongan wanita Dolan. Ki-ka: Susi, Fitri, Wiwie, Nana, saya (atas), duwi (duduk), Baih, Eva, dan Rahma. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Puas bermain-main di Terowongan Lampegan, kami pun melanjutkan perjalanan ke situs Gunung Padang. Perjalanan dari Lampegan ke Gunung Padang tidak jauh.Tidak sampai memakan waktu satu jam, sampailah kami di lkoasi wisata bersejarah ini. Karena kami Rahma belum 100 persen pulih, akhirnya saya yang sudah berjanji menemani dia pun beriringan menaiki tangga satu demi satu anak tangga yang cukup besar-besar dan tinggi. Jujur saja, saya juga lumayan bisa sekalian istirahat kalau Rahma minta berhenti.
Lihat deh mukanya Rahma (baju kuning). Hahahaaa...:)) (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Nah....berhubung sudah ada Arman dan Fitri yang menawarkan diri untuk membantu Rahma, saya nggak perlu rebutan dong, jadi saya putuskan untuk melanjutkan perjalanan duluan menyusul Nana dan Choky. Awalnya saya sedikit parno karena Ari memberitahu medan anak tangga yang super jauh, dan saya tiba-tiba terbayang Baduy (aishhh.....). tapi ternyata tangganya tidak terlalu jauh, hanya cukup besar dan tinggi-tinggi, sehingga cukup melelahkan. Lega sampai di atas, Nana pun menyambut saya dan iseng langsung memotret ekspresi senang saya sudah berhasil sampai di puncak. Sial.......saya nggak sempat bergaya dulu. Tapi melihat batu-batu dan pemandangan yang oye, saya pun sumringah kembali.
Keren ya! (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Foto: Akun Facebook Joice Eva
Foto bersama anak-anak Dolan. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)

Foto di gerbang sebelum melanjutkan ke Curug Cikondang. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Ketika kami sampai di Curug Cikondang, gerimis mulai turun. Satu-persatu dari kami mulai turun ke air terjun dan bermain air. Hal yang sangat disayangkan adalah air curug yang pada saat itu kurang jernih karena bercampur dengan material tanah ketika hujan turun.

Curug Cikondang. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Saya (kiri) dan Eva (kanan). (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Lelah bermain air di curug, perut pun terasa lapar dan kebetulan di curug tersebut berdiri satu-satunya warung. dindingnya terbuat dari kayu dan menjual berbagai macam makanan instan seperti mi atau kopi. Jadilah kami menghangatkan diri dengan duduk-duduk sambil menikmati semangkuk mi instan.

Ki-ka: Fitri, Susi, Wiwi, Rahma, Nana, dan saya. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)
Usai makan kami pun memutuskan untuk keluar dari area curug. Di dekat gapura keluar, kami menumpang mandi dan berganti baju di salah satu rumah penduduk. Overall, meskipun one day trip, pengalaman yang saya dapatkan bersama teman-teman Doyan Jalan pastinya lebih dari cukup. See you on next trip, guys!

Ki-ka berdiri: Iqy, Nana, Rahma, Arman, Fitri, Imad. Ki-ka- duduk: Baih, Eva, Wiwi, saya, Susi. (Foto: Akun Facebook Joice Eva)

Minggu, 18 November 2012

'Berondong' Juga manusia

Lingkungan sekeliling saya sedang dilanda kegalauan rupanya. Sejak bergabung dengan sebuah komunitas jalan-jalan yang isinya raja galau, saya jadi sedikit ketularan galau. (Inget umur Sar! hahaaaa.....). Anyway, yang akan saya bahas sekarang adalah pengaruh hubungan percintaan dengan usia. Haiss....berasa judul skripsi ya. Tulisan saya ini cuma berbagi pengalaman aja ya, semoga bisa jadi bahan pertimbangan.Bukan berarti saya pro atau kontra.

Kalo boleh jujur, sejak duduk di sekolah dasar, saya selalu jadi target kepo adik-adik kelas. Bukan sekedar ge-er ya....tapi beneran lho. Waktu saya kelas enam ada anak kelas tiga dari SD sebelah yang suka titip-titip salam lewat adik saya yang bersekolah di SD tersebut. Katanya sih mengenal saya waktu sama-sama mengikuti kejuaraan menggambar. Padahal saya sama sekali tak mengingatnya (ya kali....fokus ngegambar gitu loh). Setelah lulus dan masuk ke sebuah sekolah menengah, saya mengikuti kegiatan ibadah khusus remaja yang diadakan di dekat rumah.

Satu tahun berjalan, di kegiatan ibadah tersebut saya mengenal seorang anak laki-laki bernama Ardi (bukan nama sebenarnya) yang ternyata adik kelas satu di sekolah yang sama. Dia baru saja masuk dan bertanya seputar ospek dan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Karena kebetulan saya yang mengurus kegiatan penerimaan siswa baru juga, saya pun memberikan sedikit gambaran. Ospek berjalan tanpa ada sesuatu yang spesial, tetapi ketika kegiatan Persami (Perkemahan Sabtu Minggu) yang wajib diikuti setiap siswa baru di sekolah, saya mengalami kejadian lucu. Pada saat itu saya kebagian mengampu sebuah kelas yang ternyata adalah kelas si Ardi. Awalnya biasa saja hingga ketika saya menemukan sebuah surat cinta yang diselipkan di kotak pensil saya bertanda tangan Ardi. Antara geli dan panik sih, hahahaa.....masa saya ditaksir sama adik kelas. Sejak kejadian itu, setiap akan pergi ke kantin yang notabene pasti melewati kelas satu, Ardi bersama gengnya selalu menggoda saya. Bahkan ada satu hal yang membuat saya syok berat. Suatu hari ketika saya dan teman-teman melintasi kelas satu, seorang anggota geng Ardi berteriak, "Cieee sepatunya samaaa!" *jengjeeng dengan tetap sok cool saya melirik ke sepasang sepatu yang dipakai Ardi, dan ternyata sama *tutupan ember. FYI, itu sepatu baru dan hanya bisa didapatkan di toko tertentu. Lucunya lagi, karena rumah saya dan Ardi berada di komplek yang sama, kami sering main basket bersama dan dia selalu menunggu saya di depan rumahnya setiap akan berangkat sekolah. Hingga saya lewat dan dia berjalan di belakang saya sampai kami naik angkot yang sama. Karena saya banyak mengikuti ekstrakutikuler, saya pun sering pulang sore. Lucunya, dia mengikuti setiap ekstrakurikuler yang saya ikuti. Mulai dari PMR, Pramuka, Karya Ilmiah, hingga Mading, kecuali Paduan Suara karena memang tidak dibuka untuk umum, hehehe... Menginjak kelas tiga, Ardi masih setia menunggu saya di depan rumahnya setiap akan berangkat sekolah dan menunggu saya di depan gang depan komplek setiap pulang sekolah. Yah..karena kelas tiga saya mulai aktif mengikuti perlombaan bahasa inggris dan matematika, saya makin sering pulang maghrib. Herannya, anak itu yang seharusnya sudah pulang dari pukul empat sore, masih menunggu di depan gang lengkap dengan seragam sekolahnya. Antara ge-er dan heran sih. Jangan-jangan dia hobi nangkring di depan gang. Hahaaa....Cerita tentang Ardi tak berhenti di situ, karena setelah saya masuk ke SMA yang cukup dekat dengan rumah (keluar komplek, lewatin kampung sebelah, terus tinggal nyebrang udah nyampe), Ardi masih melakukan hal yang sama. Untuk mengetahui rasa keingintahuan saya tentang kebiasaan Ardi tersebut, saya pun merubah rute pulang sekolah lewat jalur lain. Esoknya, dia tetap mengikuti saya lewat jalur tersebut, padahal semakin jauh dari sekolahnya. Benar-benar lucu deh. Sempat merasa berdosa karena saya tak menanggapi suratnya, sih. Tapi masa-masa sekolah bagi saya adalah masa yang sangat produktif untuk menuntut ilmu, berkarya, nimbun piagam dan mengumpulkan piala. Hahahaaa..... Di penghujung waktu saya akan keluar kota untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, telepon rumah berdering hampir setiap waktu. Tak jelas siapa yang menelpon, hanya ada suara lagu Sheila on 7 "JAP" diputar.

Memasuki dunia perkuliahan, saya makin banyak bertemu dengan berondong. Entah kenapa sepertinya hanya adik angkatan yang tertarik dengan saya. Padahal ingin sekali merasakan menjalin hubungan dengan orang yang jauh lebih tua. Hingga akhirnya pacar pertama saya pun seorang berondong bernama Yogi (bukan nama sebenarnya). Kami dekat karena sama-sama menjadi aktifis di kampus. Berawal dari saya menjadi leader di acara penyambutan mahasiswa baru dan dia adalah salah satu panitia. Karena kami mewakili organisasi yang sama, setiap stres dan ada permasalahan saya selalu bercerita dengannya, dan dia ternyata adalah pendengar dan pemberi solusi yang baik. Bahkan saat ponsel saya rusak, Yogi rela meminjamkan ponselnya agar saya tetap lancar mengontrol acara, meskipun dia jadi sering susah dihubungi keluarga dan teman-temannya. Acara sukses, ternyata kedekatan kami berlanjut. Saya yang hanya menganggap dia teman, ternyata dia meminta lebih. Berhubung saya belum pernah pacaran sebelumnya, dan atas dasar rasa ingin tau bagaimana rasanya orang pacaran, saya pun menerimanya (setelah hampir seminggu). Jujur, saya underestimate terhadap para berondong, termasuk Yogi, sehingga saya merasa malu jika ketahuan berpacaran dengan adik angkatan. Sampai akhirnya dia marah dan saya mulai belajar mencintainya. Dan ternyata....anggapan saya salah. Karena tidak semua berondong itu selalu kekanak-kanakan dan tidak bisa bersifat dewasa. Berondong juga manusia, egois itu pasti akan datang pada waktunya. Justru menjalin hubungan dengan berondong bisa membawa kita menjadi pribadi yang lebih santai dan merasa muda kembali.

Tulisan ini saya tujukan kepada teman-teman yang masih menganggap bahwa pasangan yang lebih muda tidak bisa diajak berkompromi dan hanya menyusahkan. Karena akhir-akhir ini saya banyak mendengar orang menganggap semua berondong itu tidak bisa diajak serius dan melelahkan karena kita yang harus ngemong. Bahkan ada beberapa teman yang sampai bilang "Saya nggak mau sama berondong, mending yang lebih tua, bisa ngemong dan lebih dewasa." Kalo saya perhatikan, seiring perkembangan jaman, usia tua belum tentu dewasa dan usia muda belum tentu childish. Semua tergantung kepribadian dan pola pikir yang terdapat pada masing-masing orang. Tak sedikit juga lho pria atau wanita yang umurnya setara atau bahkan jauh lebih tua tapi pola pikirnya masih childish. Jadi, jangan keburu meng-underestimate berondong yah. Karena tidak semua berondong itu sama. Hahaaaa.....good luck, guys!

Senin, 05 November 2012

KEMBANG TANDJOENG: Nikmatnya Masakan Indonesia


Kembang Tandjoeng (Foto: Jane Djuarahadi)

Jika Anda rindu menikmati masakan Indonesia, pilihan Anda tepat jika dijatuhkan pada restoran yang buka pada pukul tujuh pagi hingga tujuh malam ini. Memasuki pintu saja, Anda akan disuguhkan pemandangan interior yang sangat Indonesia yang bernuansa kayu. Meskipun konsep yang digunakan sangat sederhana, namun penataan yang apik membuat tempat ini terlihat menarik.
Awali sensasi kuliner Anda di Kembang Tandjoeng dengan menikmati deretan menu nasi gurih yang terdiri dari tiga pilihan dimulai dari Nasi Campur Kembang Tandjoeng. Nasi gurih yang diberi balado udang, kering teri, tumis jamur, dan kerupuk ini benar-benar mantap. Kemudian ada Nasi Ayam Ulam Bali yang merupakan salah satu menu favorit para pelanggan. Daging ayam yang boneless dengan bumbu bakar yang meresap hingga daging akan membuat Anda ketagihan. Apalagi, di atasnya diberi siraman sambal kalamatah (sambal dari Bali) yang berisi potongan cabai dan bawang yang disiram minyak. Bagi Anda penggemar makanan pedas, wajib mencoba Nasi Blambangan. Nama Blambangan sendiri diambil dari nama kerajaan di Jawa. Untuk nasi gurih yang satu ini, lauk yang disuguhkan adalah tumis kikil cabe ijo yang pedas, tumis kangkung, dan mie goreng. Rasa gurihnya nasi yang berasal dari santan sangat pas disandingkan dengan lauk-lauk khas Indonesia. Selain terkenal karena nasi gurihnya, Kembang Tandjoeng juga memiliki menu andalan Dori Holandais, yaitu ikan dori yang digoreng dengan tepung dan diberi holandais sauce yang terbuat dari butter dan telur. Daging ikan yang lembut sangat pas berpadu dengan saus yang gurih dan french fries yang hangat. Jangan lupa juga untuk memesan rekomendasi sang chef, yaitu Teh Angkring yang unik penyajiannya dan Lontong Cap Gomeh yang bertabur bubuk kedelai.

Ayam Ulam Bali (Foto: Kembang Tandjung)

Lontong Cap Go Meh (Foto: Kembang Tandjung)

Nasi Blambangan (Foto: Kembang Tandjung)

Teh Angkring (Foto: Kembang Tandjung)
Menu yang lezat makin lengkap dengan adanya program happy hour di resto ini. Dengan hanya membeli kopi pada jam 3-5 sore, Anda akan mendapatkan snack secara cuma-cuma. Tak hanya itu, karena kalau Anda telah berkunjung sebanyak lima kali dengan pembelian minimal seratus ribu rupiah, Anda akan mendapatkan satu paket menu dari Kembang Tandjoeng.

Kembang Tandjoeng
Sampoerna Strategic Square LG-24
JL. Jenderal Sudirman Kav 45-46, Jakarta 12930
TELP. (021) 4586-7908

Senin, 29 Oktober 2012

Baduy:Hidden Creatures of Indonesia

Perkampungan area Baduy Luar. (Foto: Insen)

Penghujung Oktober lalu tepatnya pada 20 -21 Oktober 2012 saya mengikuti cultural trekking ke Baduy Dalam yang diadakan oleh sebuah komunitas Doyan Jalan (Dolan) di Facebook dan web www.doyanjalan.com. Dari awal diberi tahu oleh seorang teman, saya merasa sangat exciting dan langsung melakukan pendaftaran bersama dua orang teman lain. Memang sih, sudah lama saya tidak bergumul dengan kegiatan trekking, hiking, caving, dan segala macemnya. Tetapi berbekal pengalaman klub pecinta alam sewaktu SMA dan kuliah semester awal, saya merasa mantap untuk mengikuti acara ini.
Jumat malam saya bersama teman-teman menginap di rumah salah satu teman yang jarak rumahnya paling dekat dengan meeting point, yaitu stasiun Jakartakota. Malam itu jugalah saya berkenalan dengan seorang wanita yang rela berangkat dari Bogor malam-malam dan bermalam bersama kami agar besoknya tidak ketinggalan rombongan, karena jam 06.00 kami sudah harus berkumpul.
Esoknya, setelah bertemu rombongan, kami berangkat dari stasiun Jakartakota menuju Rangkasbitung. Dengan perjalanan yang memakan waktu hampir empat jam dan naik kereta ekonomi, pesan saya yang tidak biasa naik kereta ekonomi siap-siap mental ya. Satu lagi, jangan pake celana pendek kalo nggak mau dicolek-colek sama pengemis. Hahahahaa.....
Dari Jakartakota menuju Rangkasbitung. (Foto: Iqy)

Dari Rangkasbitung tersebut kami naik Elf menuju ciboleger. Kalau mengidap penyakit mabuk kendaraan, pesan saya prepare segala bentuk alat peperangan mulai dari koyo, minyak kayu putih, obat anti mabuk perjalanan, dll. Karena perjalanannya yang lumayan memakan waktu dan tentunya jalannya yang bergelombang ekstrim. Saya yang mencoba tidur saya hanya bisa tidur sejenak karena terbangun gara-gara kepala kepentok jok depan. Wakwaawwww....Tapi di Elf ini juga saya berkenalan dengan Cun si tupai terbang milik Insen yang hilang di Baduy Dalam. Cun.....jaga diri ya...rajin-rajin mandi di sungai. :))
Perjalanan di Elf menuju Ciboleger. (Foto: Iqy)
Cun...where are you...? (Foto: Iqy)

Sampai di Ciboleger, setelah makan siang dan ibadah rombongan kami pun memasuki area trekking menuju Baduy. Oiya, pesan saya belilah tongkat yang dijual oleh anak-anak di Ciboleger. Sangat membantu ketika medan basah karena hujan. Di sinilah pertarungan hidup dan mati dimulai...*berlebihan
Sebelum trekking, foto dulu. (Foto: Zadin)

 
Gerbang memasuki area trekking. (Foto: Hendri)
Tongkat yang sangat membantu ini dijual anak-anak seharga Rp 2000,- (Foto: Tini)
Baca dan patuhi ya. (Foto: Insen)

Perjalanan awal, saya masih santai dan tidak masalah dengan medan yang lumayan hebring. Tetapi hampir setengah perjalanan, tenaga saya mulai runtuh sedikit demi sedikit. Apalagi setelah hujan turun, rute perjalanan yang penuh dengan tanah merah yang licin semakin sulit untuk dilewati. Naik-turun bukit dengan kemiringan hampir 50 derajat dan di beberapa tanjakan belum ada bebatuan yang bisa digunakan sebagai bahan pijakan itu cukup memeras tenaga. Apalagi saya sempat hampir jatuh karena terpeleset di sebuah tebing yang miring dan bagian bawahnya hutan yang menjorok ke dalam. Untung saja ada seorang teman yang sigap membantu saya (terimakasih ya :) ). Mohon maaf karena waktu itu sedang masa-masa genting saya tidak terlalu memperhatikan siapa yang menyelamatkan, saya hanya bisa bilang terimakasih (parah ya? Hahahaah...).
Di tengah perjalanan, foto lagi... :D (Foto: Iqy)

Foto: Chocky

Foto: Insen
Ki-ka: Saya, Arman, Fitri, Tini (Foto: Zadin)
Foto: Insen
Kata Yudha, ini Jembatan Cinta :p (Foto: Yudha)
Foto: Rahma

Sepanjang perjalanan, kedua teman yang bersama saya benar-benar membuat perjalanan saya menjadi lebih santai dan menyenangkan. Tapi jujur, pada titik-tertentu yang lumayan rawan saya merasa bukan waktu yang tepat untuk bercanda (maaf ya :) ). Karena terlalu banyak bercanda, saya dan Kang Jali pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan duluan. Hari sudah gelap, dan sampailah saya beserta rombongan di sebuah turunan yang lumayan mengkhawatirkan. Pinggirannya dihiasi oleh jurang. Karena agak ragu melewatinya sendirian, saya pun minta bantuan ke Kang Jali (salah satu orang Baduy Dalam yang menjadi penunjuk jalan) untuk memegang tangan kiri saya, dan tangan kanan saya memegang tongkat. Saat di turunan ini saya terpeleset untuk ke sekian kalinya, bersamaan dengan saya terpeleset, ada dua rombongan lain di belakang yang mengalami kram otot dan terpeleset juga. Sesaat terlintas dalam pikiran saya wajah-wajah keluarga di Jogja. Tetapi ditemani oleh beberapa teman yang setia menyemangati, akhirnya saya pun sampai di Baduy Dalam sekitar pukul 19.00 malam.
Jembatan perbatasan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar (Foto: FB Chocky)
Lihat embunnya. Menjelang malam makin dingin. (Foto: Yudha)
Bawa jas hujan ya. Kayak gini. (Foto: Yudha)
Thank you akang-akang :D (Foto: Iqy)

Setelah bebersih diri di sungai dan bercanda gurau dengan teman satu rombongan, saya pun memutuskan untuk beristirahat karena kemarin harinya saya kurang tidur. Tidur nyenyak rupanya gagal saya rasakan malam itu. Karena jaket, kaos kaki dan celana panjang basah, saya hanya mengenakan kaos, celana pendek dan sarung. Udara yang dingin menjelang subuh dan suara-suara hewan seperti babi, ayam, dan kucing membuat saya terbangun berkali-kali.
Paginya, setelah sarapan, saya kebelet buang air besar. FYI ya guys, di Baduy Dalam dilarang menggunakan bahan-bahan yang mengandung deterjen seperti sabun, pasta gigi, dan tisu basah. Maka dari itu, kalian tidak perlu repot-repot membawa, dan....welcome to the real jungle! Saya pun buang air besar tanpa sabun, lho. Hahaahaha.... Kuncinya, cari bagian sungai yang tidak terlalu dalam tetapi arusnya cukup deras, jadi tetap bersih.
Pada saat perjalanan kembali ke Ciboleger, rutenya lumayan tidak seberat rute berangkat. Tetapi tetap di tanjakan saya selalu kesulitan karena beban kehidupan yang saya miliki sejak kuliah akhir (re: berat badan). Kalo boleh jujur, di tengah perjalanan saya hampir putus asa saat melihat dua tanjakan teralhir yang tingginya naudzubilah. Tetapi lagi-lagi berkat kedua teman yang sama saat berangkat, saya pun bersemangat lagi. Yang saya baca, mungkin agar saya tidak tertekan, kedua teman saya tersebut mengajak berhenti dan menikmati air kelapa yang buahnya langsung dipetik oleh Kang Herman (orang Baduy Dalam penunjuk jalan saat pulang). Itulah kali pertama saya menikmati air kelapa yang langsung dipetik dari pohonnya. Setelah menenggak satu buah kelapa tersebut, saya merasa memiliki kekuatan lebih untuk melanjutkan perjalanan. Dan tak lama, sampailah kami di sebuah warung yang beberapa teman dari rombongan depan sudah berkumpul.
Sebelum pulang, foto dulu sama para penunjuk jalan plus bodyguard. Kang Sapri, Kang Herman, dan Kang Jali (Foto: Iqy)

Perjalanan ke Baduy Dalam memang cukup melelahkan, tetapi, saya merasa beruntung bisa berkunjung ke Baduy Dalam (at least, seumur hidup sekali, hahahah....). Bagi teman-teman yang tidak ingin terlalu lelah, bisa melewati jalur Cijahe. Tetapi pemandangan yang ada saat melewati jalur Ciboleger saya jamin tak akan membuat kecewa (maaf tidak boleh mengambil gambar setelah perbatasan, jadi pemandangan tidak semua bisa saya tunjukkan). Sangat indah dan saya justru merasa beruntung sekali melewari rute tersebut. Overall, Baduy is the best trip i ever had (for now). Thank you teman-teman Dolan! Thanks juga buat semuanya. Nice to meet you guys ;)
Menunggu kereta Rangkasbitung-Jakarta bersama Tini, Susi, Iqy, Arman, Rahma, Insen, dll. Yeay pulang! (Foto: Ardo)
Muka-muka kelelahan tapi puas (Foto: Iqy)
Saya dan Tini foto bareng idola. Kang Safriiiiii! Eh Insen ngapain lo sen? :D (Foto: Yudha)

PS: -Thanks to Arman dan Fitri. Dua sejoli yang entah kalian di belakang saya ngapain aja, tetapi selalu menyemangati saya. Meski kadang juga bikin bete karena kebanyakan becanda. But thank you thank you thank youuuuu :))
 -Thanks to Kang Jali, Kang Herman, Kang Safri yang sudah menjadi bodyguard saya selama di perjalanan dan membantu membawakan barang.
- Thank you untuk para fotografer yang sudah memotret objek-objek yang indah dan boleh saya pakai di blog ini (Tini, Zadin, Yudha, Iqy, Insen, Chocky, Hendri, Ardo, Rahma dan...semoga udah semua ya. Kalo ada yang kurang let me know ye :D)
-Thanks to all of you teman-teman satu rombongan Dolan. You made my day!!! ^_^

Rabu, 24 Oktober 2012

Selamat Hari Raya Jazz!

Tulisan ini baru saja saya pindahkan dari blog lama. Selamat membaca :)

Bulan Maret lalu, saya berkesempatan meliput perhelatan jazz terbesar yang hadir setiap satu tahun sekali, yaitu Java Jazz Festival. Kalau boleh berkomentar, terus terang menurut saya koordinasi dan persiapan penyelenggara sendiri sudah sangat baik, karena tidak ada pihak yang dirugikan, termasuk media ataupun penonton.
Pagi tanggal 2 Maret 2012, saya dan partner saya, Dimas (@dimasdimce) yang kebetulan sedang magang di majalah mendapat surprise di Hotel Borobudur, lokasi interview para bintang. Karena awalnya kami hanya dijadwalkan untuk interview dengan Mayer Hawthorne. Tapi, akhirnya kami mendapat kesempatan langka untuk bisa chit-chat dengan Al Jarreau dan Laura Fygi yang sudah menjadi legenda di panggung jazz dunia. Jujur saja, saya sampai berkali-kali bilang ke Dimas kalau jantung saya berdebar-debar menjelang dan setelah bertemu dengan Al Jarreau. Laura Fygi sendiri sangat ramah dan kami berdua menyerahkan majalah yagn sempat ia buka-buka selama beberapa menit sebelum panitia memberitahu waktu kami habis. Untuk Mayer Hawthorne, ia mengaku kalau beberapa saat sebelum interview ia baru saja sampai di Jakarta. Pantas saja, wajahnya terlihat kelelahan dan ia belum sempat berganti pakaian. Puas mengobrol-ngobrol dengan para bintang yang akan tampil malamnya, kami pun cabut dari hotel.
Me, Laura Fygi, and Dimas
Me, Laura Fygi, and Dimas
Peo (Cita Cinta, Me, Mayer Hawthorne, Ocha and Sita (Gadis), and Dimas
Peo (Cita Cinta, Me, Mayer Hawthorne, Ocha and Sita (Gadis), and Dimas
Me, Al Jarreau, and Dimas
Me, Al Jarreau, and Dimas

Dari semua artis yang tampil di Java Jazz tahun 2012 ini, ada beberapa musisi yang mencuri perhatian saya. Dari musisi dalam negeri sendiri, Rieka Roslan yang memang berlangganan tampil setiap tahunnya makin fresh dan Anda tau? Saya tak pernah bosan menonton aksi panggungnya. Selain itu ada si pendatang baru Raisa yang kehadirannya benar-benar ditunggu ratusan penggemarnya. Saya harus naik ke atas riging besi di samping panggung untuk bisa mendapatkan gambar, karena begitu padat dan hebohnya para penggemar si cantik yang tenar lewat youtube ini. Karena gambar saya tidak terlalu bagus hasilnya, akhirnya saya tampilkan hasil jepretan si Dimas yang berhasil menjangkau bagian tengah panggung. Ada lagi kolaborasi tiga penyanyi pria yang menarik, yaitu Glenn Fredly, Sandy Sandhoro, dan Tompi yang menamakan diri mereka Trio Lestari. Kemunculan Glenn yang sempat vakum di panggung musik ini cukup menghapus kerinduan para fansnya. Tak hanya bernyanyi, mereka bertiga juga meluncurkan boks amal yang akan mereka salurkan ke yayasan yang membutuhkan.
Trio Lestari (Sandy Sandhoro, Glenn Fredly, Tompi)
Trio Lestari (Sandy Sandhoro, Glenn Fredly, Tompi)
Raisa Andriani
Raisa Andriani
Rieka Roslan and Friends
Rieka Roslan and Friends

Untuk artis luar negeri sendiri, saya sangat menikmati penampilan Depapepe yang kocak, dan Dave Koz yang atraktif. Penampilan Dave kali ini makin heboh karena adanya kolaborasi dengan 57kustik asuhan Rumah Singgah Harry Roesli. Pemain saxophone yang pandai berbahasa Indonesia ini pun sangat menghibur penonton dengan banyolan-banyolannya di sela-sela pertunjukkan. Untuk Mayer Hawthorne sendiri saya hanya dapat menikmat tiga lagu saja karena harus pindah ke pertunjukkan selanjutnya, tapi saya benar-benar menikmati musiknya.
Dave Koz
Dave Koz

Musisi yang sempat bikin heboh lagi adalah Stevie Wonder. Antrean para penggemar Stevie benar-benar mengular, hampir sepanjang 1 km. Amazing, right? Dan untuk para wartawan foto, kita diwajibkan untuk menandatangani agreement dari pihak manajemen. Tadinya kami hampir tidak bisa mengabadikan aksi Stevie ini, tetapi dibantu Pieter Gontha yang meyakinkan pihak manajemen, akhirnya kami dapat akses untuk masuk ke media pit foto. Thank you Mr. Pieter!
Antrean Stevie Wonder
Antrean Stevie Wonder
This is the agreement
The agreement

Ada juga Barry White Orchestra yang juga sempat membuat beberapa awak media salah sangka karena perawakan sang penyanyi sangat mirip dengan musisi asal Amerika itu. Saya yang yakin bahwa Barry White sudah tiada pun mencoba kroscek ke beberapa situs. Hampir semua media online memberitakan bahwa yang tampil adalah musisi legendaris tersebut. Bahkan sebuah media nasional berbahasa Inggris sampai membuat pemberitaan bahwa artikel sebelumnya adalah salah, yang tampil bukan Barry White sesungguhnya.
Barry White Orchestra
Barry White Orchestra

Overall, Java Jazz Festival tahun ini meskipun tidak dihujani oleh musisi-musisi baru seperti yang diharapkan sebelumnya, setidaknya para panitia sudah bekerja keras dan buktinya, tidak ada pihak yang dirugikan. Good Job Java Festival Production!
PS: Thanks to Dimas for the beautiful pictures :D