Senin, 29 Oktober 2012

Baduy:Hidden Creatures of Indonesia

Perkampungan area Baduy Luar. (Foto: Insen)

Penghujung Oktober lalu tepatnya pada 20 -21 Oktober 2012 saya mengikuti cultural trekking ke Baduy Dalam yang diadakan oleh sebuah komunitas Doyan Jalan (Dolan) di Facebook dan web www.doyanjalan.com. Dari awal diberi tahu oleh seorang teman, saya merasa sangat exciting dan langsung melakukan pendaftaran bersama dua orang teman lain. Memang sih, sudah lama saya tidak bergumul dengan kegiatan trekking, hiking, caving, dan segala macemnya. Tetapi berbekal pengalaman klub pecinta alam sewaktu SMA dan kuliah semester awal, saya merasa mantap untuk mengikuti acara ini.
Jumat malam saya bersama teman-teman menginap di rumah salah satu teman yang jarak rumahnya paling dekat dengan meeting point, yaitu stasiun Jakartakota. Malam itu jugalah saya berkenalan dengan seorang wanita yang rela berangkat dari Bogor malam-malam dan bermalam bersama kami agar besoknya tidak ketinggalan rombongan, karena jam 06.00 kami sudah harus berkumpul.
Esoknya, setelah bertemu rombongan, kami berangkat dari stasiun Jakartakota menuju Rangkasbitung. Dengan perjalanan yang memakan waktu hampir empat jam dan naik kereta ekonomi, pesan saya yang tidak biasa naik kereta ekonomi siap-siap mental ya. Satu lagi, jangan pake celana pendek kalo nggak mau dicolek-colek sama pengemis. Hahahahaa.....
Dari Jakartakota menuju Rangkasbitung. (Foto: Iqy)

Dari Rangkasbitung tersebut kami naik Elf menuju ciboleger. Kalau mengidap penyakit mabuk kendaraan, pesan saya prepare segala bentuk alat peperangan mulai dari koyo, minyak kayu putih, obat anti mabuk perjalanan, dll. Karena perjalanannya yang lumayan memakan waktu dan tentunya jalannya yang bergelombang ekstrim. Saya yang mencoba tidur saya hanya bisa tidur sejenak karena terbangun gara-gara kepala kepentok jok depan. Wakwaawwww....Tapi di Elf ini juga saya berkenalan dengan Cun si tupai terbang milik Insen yang hilang di Baduy Dalam. Cun.....jaga diri ya...rajin-rajin mandi di sungai. :))
Perjalanan di Elf menuju Ciboleger. (Foto: Iqy)
Cun...where are you...? (Foto: Iqy)

Sampai di Ciboleger, setelah makan siang dan ibadah rombongan kami pun memasuki area trekking menuju Baduy. Oiya, pesan saya belilah tongkat yang dijual oleh anak-anak di Ciboleger. Sangat membantu ketika medan basah karena hujan. Di sinilah pertarungan hidup dan mati dimulai...*berlebihan
Sebelum trekking, foto dulu. (Foto: Zadin)

 
Gerbang memasuki area trekking. (Foto: Hendri)
Tongkat yang sangat membantu ini dijual anak-anak seharga Rp 2000,- (Foto: Tini)
Baca dan patuhi ya. (Foto: Insen)

Perjalanan awal, saya masih santai dan tidak masalah dengan medan yang lumayan hebring. Tetapi hampir setengah perjalanan, tenaga saya mulai runtuh sedikit demi sedikit. Apalagi setelah hujan turun, rute perjalanan yang penuh dengan tanah merah yang licin semakin sulit untuk dilewati. Naik-turun bukit dengan kemiringan hampir 50 derajat dan di beberapa tanjakan belum ada bebatuan yang bisa digunakan sebagai bahan pijakan itu cukup memeras tenaga. Apalagi saya sempat hampir jatuh karena terpeleset di sebuah tebing yang miring dan bagian bawahnya hutan yang menjorok ke dalam. Untung saja ada seorang teman yang sigap membantu saya (terimakasih ya :) ). Mohon maaf karena waktu itu sedang masa-masa genting saya tidak terlalu memperhatikan siapa yang menyelamatkan, saya hanya bisa bilang terimakasih (parah ya? Hahahaah...).
Di tengah perjalanan, foto lagi... :D (Foto: Iqy)

Foto: Chocky

Foto: Insen
Ki-ka: Saya, Arman, Fitri, Tini (Foto: Zadin)
Foto: Insen
Kata Yudha, ini Jembatan Cinta :p (Foto: Yudha)
Foto: Rahma

Sepanjang perjalanan, kedua teman yang bersama saya benar-benar membuat perjalanan saya menjadi lebih santai dan menyenangkan. Tapi jujur, pada titik-tertentu yang lumayan rawan saya merasa bukan waktu yang tepat untuk bercanda (maaf ya :) ). Karena terlalu banyak bercanda, saya dan Kang Jali pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan duluan. Hari sudah gelap, dan sampailah saya beserta rombongan di sebuah turunan yang lumayan mengkhawatirkan. Pinggirannya dihiasi oleh jurang. Karena agak ragu melewatinya sendirian, saya pun minta bantuan ke Kang Jali (salah satu orang Baduy Dalam yang menjadi penunjuk jalan) untuk memegang tangan kiri saya, dan tangan kanan saya memegang tongkat. Saat di turunan ini saya terpeleset untuk ke sekian kalinya, bersamaan dengan saya terpeleset, ada dua rombongan lain di belakang yang mengalami kram otot dan terpeleset juga. Sesaat terlintas dalam pikiran saya wajah-wajah keluarga di Jogja. Tetapi ditemani oleh beberapa teman yang setia menyemangati, akhirnya saya pun sampai di Baduy Dalam sekitar pukul 19.00 malam.
Jembatan perbatasan antara Baduy Dalam dan Baduy Luar (Foto: FB Chocky)
Lihat embunnya. Menjelang malam makin dingin. (Foto: Yudha)
Bawa jas hujan ya. Kayak gini. (Foto: Yudha)
Thank you akang-akang :D (Foto: Iqy)

Setelah bebersih diri di sungai dan bercanda gurau dengan teman satu rombongan, saya pun memutuskan untuk beristirahat karena kemarin harinya saya kurang tidur. Tidur nyenyak rupanya gagal saya rasakan malam itu. Karena jaket, kaos kaki dan celana panjang basah, saya hanya mengenakan kaos, celana pendek dan sarung. Udara yang dingin menjelang subuh dan suara-suara hewan seperti babi, ayam, dan kucing membuat saya terbangun berkali-kali.
Paginya, setelah sarapan, saya kebelet buang air besar. FYI ya guys, di Baduy Dalam dilarang menggunakan bahan-bahan yang mengandung deterjen seperti sabun, pasta gigi, dan tisu basah. Maka dari itu, kalian tidak perlu repot-repot membawa, dan....welcome to the real jungle! Saya pun buang air besar tanpa sabun, lho. Hahaahaha.... Kuncinya, cari bagian sungai yang tidak terlalu dalam tetapi arusnya cukup deras, jadi tetap bersih.
Pada saat perjalanan kembali ke Ciboleger, rutenya lumayan tidak seberat rute berangkat. Tetapi tetap di tanjakan saya selalu kesulitan karena beban kehidupan yang saya miliki sejak kuliah akhir (re: berat badan). Kalo boleh jujur, di tengah perjalanan saya hampir putus asa saat melihat dua tanjakan teralhir yang tingginya naudzubilah. Tetapi lagi-lagi berkat kedua teman yang sama saat berangkat, saya pun bersemangat lagi. Yang saya baca, mungkin agar saya tidak tertekan, kedua teman saya tersebut mengajak berhenti dan menikmati air kelapa yang buahnya langsung dipetik oleh Kang Herman (orang Baduy Dalam penunjuk jalan saat pulang). Itulah kali pertama saya menikmati air kelapa yang langsung dipetik dari pohonnya. Setelah menenggak satu buah kelapa tersebut, saya merasa memiliki kekuatan lebih untuk melanjutkan perjalanan. Dan tak lama, sampailah kami di sebuah warung yang beberapa teman dari rombongan depan sudah berkumpul.
Sebelum pulang, foto dulu sama para penunjuk jalan plus bodyguard. Kang Sapri, Kang Herman, dan Kang Jali (Foto: Iqy)

Perjalanan ke Baduy Dalam memang cukup melelahkan, tetapi, saya merasa beruntung bisa berkunjung ke Baduy Dalam (at least, seumur hidup sekali, hahahah....). Bagi teman-teman yang tidak ingin terlalu lelah, bisa melewati jalur Cijahe. Tetapi pemandangan yang ada saat melewati jalur Ciboleger saya jamin tak akan membuat kecewa (maaf tidak boleh mengambil gambar setelah perbatasan, jadi pemandangan tidak semua bisa saya tunjukkan). Sangat indah dan saya justru merasa beruntung sekali melewari rute tersebut. Overall, Baduy is the best trip i ever had (for now). Thank you teman-teman Dolan! Thanks juga buat semuanya. Nice to meet you guys ;)
Menunggu kereta Rangkasbitung-Jakarta bersama Tini, Susi, Iqy, Arman, Rahma, Insen, dll. Yeay pulang! (Foto: Ardo)
Muka-muka kelelahan tapi puas (Foto: Iqy)
Saya dan Tini foto bareng idola. Kang Safriiiiii! Eh Insen ngapain lo sen? :D (Foto: Yudha)

PS: -Thanks to Arman dan Fitri. Dua sejoli yang entah kalian di belakang saya ngapain aja, tetapi selalu menyemangati saya. Meski kadang juga bikin bete karena kebanyakan becanda. But thank you thank you thank youuuuu :))
 -Thanks to Kang Jali, Kang Herman, Kang Safri yang sudah menjadi bodyguard saya selama di perjalanan dan membantu membawakan barang.
- Thank you untuk para fotografer yang sudah memotret objek-objek yang indah dan boleh saya pakai di blog ini (Tini, Zadin, Yudha, Iqy, Insen, Chocky, Hendri, Ardo, Rahma dan...semoga udah semua ya. Kalo ada yang kurang let me know ye :D)
-Thanks to all of you teman-teman satu rombongan Dolan. You made my day!!! ^_^

Rabu, 24 Oktober 2012

Selamat Hari Raya Jazz!

Tulisan ini baru saja saya pindahkan dari blog lama. Selamat membaca :)

Bulan Maret lalu, saya berkesempatan meliput perhelatan jazz terbesar yang hadir setiap satu tahun sekali, yaitu Java Jazz Festival. Kalau boleh berkomentar, terus terang menurut saya koordinasi dan persiapan penyelenggara sendiri sudah sangat baik, karena tidak ada pihak yang dirugikan, termasuk media ataupun penonton.
Pagi tanggal 2 Maret 2012, saya dan partner saya, Dimas (@dimasdimce) yang kebetulan sedang magang di majalah mendapat surprise di Hotel Borobudur, lokasi interview para bintang. Karena awalnya kami hanya dijadwalkan untuk interview dengan Mayer Hawthorne. Tapi, akhirnya kami mendapat kesempatan langka untuk bisa chit-chat dengan Al Jarreau dan Laura Fygi yang sudah menjadi legenda di panggung jazz dunia. Jujur saja, saya sampai berkali-kali bilang ke Dimas kalau jantung saya berdebar-debar menjelang dan setelah bertemu dengan Al Jarreau. Laura Fygi sendiri sangat ramah dan kami berdua menyerahkan majalah yagn sempat ia buka-buka selama beberapa menit sebelum panitia memberitahu waktu kami habis. Untuk Mayer Hawthorne, ia mengaku kalau beberapa saat sebelum interview ia baru saja sampai di Jakarta. Pantas saja, wajahnya terlihat kelelahan dan ia belum sempat berganti pakaian. Puas mengobrol-ngobrol dengan para bintang yang akan tampil malamnya, kami pun cabut dari hotel.
Me, Laura Fygi, and Dimas
Me, Laura Fygi, and Dimas
Peo (Cita Cinta, Me, Mayer Hawthorne, Ocha and Sita (Gadis), and Dimas
Peo (Cita Cinta, Me, Mayer Hawthorne, Ocha and Sita (Gadis), and Dimas
Me, Al Jarreau, and Dimas
Me, Al Jarreau, and Dimas

Dari semua artis yang tampil di Java Jazz tahun 2012 ini, ada beberapa musisi yang mencuri perhatian saya. Dari musisi dalam negeri sendiri, Rieka Roslan yang memang berlangganan tampil setiap tahunnya makin fresh dan Anda tau? Saya tak pernah bosan menonton aksi panggungnya. Selain itu ada si pendatang baru Raisa yang kehadirannya benar-benar ditunggu ratusan penggemarnya. Saya harus naik ke atas riging besi di samping panggung untuk bisa mendapatkan gambar, karena begitu padat dan hebohnya para penggemar si cantik yang tenar lewat youtube ini. Karena gambar saya tidak terlalu bagus hasilnya, akhirnya saya tampilkan hasil jepretan si Dimas yang berhasil menjangkau bagian tengah panggung. Ada lagi kolaborasi tiga penyanyi pria yang menarik, yaitu Glenn Fredly, Sandy Sandhoro, dan Tompi yang menamakan diri mereka Trio Lestari. Kemunculan Glenn yang sempat vakum di panggung musik ini cukup menghapus kerinduan para fansnya. Tak hanya bernyanyi, mereka bertiga juga meluncurkan boks amal yang akan mereka salurkan ke yayasan yang membutuhkan.
Trio Lestari (Sandy Sandhoro, Glenn Fredly, Tompi)
Trio Lestari (Sandy Sandhoro, Glenn Fredly, Tompi)
Raisa Andriani
Raisa Andriani
Rieka Roslan and Friends
Rieka Roslan and Friends

Untuk artis luar negeri sendiri, saya sangat menikmati penampilan Depapepe yang kocak, dan Dave Koz yang atraktif. Penampilan Dave kali ini makin heboh karena adanya kolaborasi dengan 57kustik asuhan Rumah Singgah Harry Roesli. Pemain saxophone yang pandai berbahasa Indonesia ini pun sangat menghibur penonton dengan banyolan-banyolannya di sela-sela pertunjukkan. Untuk Mayer Hawthorne sendiri saya hanya dapat menikmat tiga lagu saja karena harus pindah ke pertunjukkan selanjutnya, tapi saya benar-benar menikmati musiknya.
Dave Koz
Dave Koz

Musisi yang sempat bikin heboh lagi adalah Stevie Wonder. Antrean para penggemar Stevie benar-benar mengular, hampir sepanjang 1 km. Amazing, right? Dan untuk para wartawan foto, kita diwajibkan untuk menandatangani agreement dari pihak manajemen. Tadinya kami hampir tidak bisa mengabadikan aksi Stevie ini, tetapi dibantu Pieter Gontha yang meyakinkan pihak manajemen, akhirnya kami dapat akses untuk masuk ke media pit foto. Thank you Mr. Pieter!
Antrean Stevie Wonder
Antrean Stevie Wonder
This is the agreement
The agreement

Ada juga Barry White Orchestra yang juga sempat membuat beberapa awak media salah sangka karena perawakan sang penyanyi sangat mirip dengan musisi asal Amerika itu. Saya yang yakin bahwa Barry White sudah tiada pun mencoba kroscek ke beberapa situs. Hampir semua media online memberitakan bahwa yang tampil adalah musisi legendaris tersebut. Bahkan sebuah media nasional berbahasa Inggris sampai membuat pemberitaan bahwa artikel sebelumnya adalah salah, yang tampil bukan Barry White sesungguhnya.
Barry White Orchestra
Barry White Orchestra

Overall, Java Jazz Festival tahun ini meskipun tidak dihujani oleh musisi-musisi baru seperti yang diharapkan sebelumnya, setidaknya para panitia sudah bekerja keras dan buktinya, tidak ada pihak yang dirugikan. Good Job Java Festival Production!
PS: Thanks to Dimas for the beautiful pictures :D

Mari Mengikat Cinta di Situ Patenggang (Situ Patengan)

Situ Patenggang dari atas bukit

Weekend minggu lalu, saya dan teman-teman Jelajah Hemat pergi menuju Situ Patenggang, sebuah danau yang terletak di kawasan Ciwidey, Jawa Barat. Begitu sampai di sana, udara dingin langsung menusuk badan. Jujur saja, saya sampai menggigil sampai berkali-kali ditanya oleh para peserta tur yang lain apakah saya baik-baik saja. Kebnetulan saya juga punya asma, jadi sempat terasa sesak selama beberapa saat. Saran saya, bagi Anda yang mengidap penyakit asma atau alergi dingin, ada baiknya Anda melapisi badan dengan koran atau memakai pakaian ekstra untuk menghalau rasa dingin.
Selesai santap siang, kami pun naik perahu menuju ke sebuah tempat yang bernama Pulau Cinta. Di sepanjang perjalanan menuju pulau, suasana di danau benar-benar romantis dan tenang. di tengah danau ada sekumpulan pepohonan yang di atasnya terlihat monyet bergelantungan. Tak lama, sampailah kami di Pulau Cinta. Bagian depan ada sebuah batu selamat datang bertuliskan Batu Cinta. Bagian atas pulau ini dihiasi dedaunan yang hijau dan lebih mirip seperti kebun teh. Kalau kuat mendaki sampai puncak, Anda akan mendapatkan objek foto yang bagus. Karena dari atas, pulau ini terlihat berbentuk menyerupai hati yang dikelilingi oleh danau.
Usut punya usut, ternyata nama danau Situ Patenggang dan Pulau Cinta ada hubungannya. Setelah saya tanyakan ke penjual souvenir yang ada di sekitar area wisata danau, saya mendapatkan kisah yang sangat menarik. Katanya, nama Situ Patenggang itu berasal dari bahasa Sunda ‘pateangan-teangan’ yang berarti saling mencari.

Ceritanya, danau ini berasal dari cinta putra seorang Prabu dan putri titisan Dewi yang keduanya besar bersama alam, yaitu ki Santang dan Dewi Rengganis. Setelah lama saling mencari karena terpisah, akhirnya mereka bertemu kembali di sebuah batu yang sekarang dinamakan Batu Cinta. Dewi Rewngganis minta dibuatkan danau dan sebuah perahu, dan perahu inilah yang kini menjadi sebuah pulau bernama Pulau Cinta atau warga sekitar menyebutnya sebagai pulau Sasaka (asmara).


Mitos yang ada, jika Anda dan pasangan singgah di batu cinta tersebut dan mengelilingi pulau, cinta Anda dan pasangan akan abadi seperti ki Santang dan Dewi Rengganis. Pantas saja, saat saya berkunjung ke pulau tersebut, ada sekitar dua pasangan yang sedang melakukan pemotretan untuk pre wedding. Anda tertarik untuk berkunjung ke Situ Patenggang? Jangan lupa datang bersama pasangan Anda.